SEPANJANG BEACH

Written By why travolta on Monday, April 11, 2011 | 5:17 PM

Tak harus mahal-mahal ke Pantai Kuta di Bali kalau hanya ingin berjemur. Ke Pantai Sepanjang saja sudah bisa berjemur namun dengan suasana yang lebih asri.















Sepanjang, si Pantai Kuta Tempo Doeloe

Bila ingin bernostalgia menikmati nuansa Pantai Kuta tempo doeloe, Pantai Sepanjang adalah tempat yang tepat. Sepanjang memiliki garis pantai yang panjang, pasir berwarna putih yang masih terjaga, dan ombak yang sedang. Anda tinggal memilih, ingin berjemur di atas pasir menikmati terik matahari, membelah ombak dengan papan selancar, ataupun hanya melihat keindahan pantai. Semuanya bisa Anda nikmati begitu tiba di pantai yang berjarak beberapa kilometer dari Pantai Sundak ini.
Pantai Sepanjang merupakan salah satu pantai yang baru dibuka. Nama "Sepanjang" diberikan karena ciri khas pantai ini yang memiliki garis pantai terpanjang di antara semua pantai di Kabupaten Gunung Kidul. Suasana pantai ini sangat alami. Bibir pantai dihiasi tumbuhan palem dan gubug-gubug beratap daun kering. Karang di wilayah pasang surut pantai pun masih terawat. Hempasan ombak masih memantulkan warna biru menandai air laut yang belum banyak tercemar. Dengan suasana itu, tak salah bila pemerintah daerah maupun investor berencana menjadikan pantai ini sebagai Pantai Kuta kedua.
Suasana alami itulah yang menjadikan Pantai Sepanjang lebih dari Pantai Kuta. Sepanjang tidak menawarkan hal-hal klise seperti beach cafe dan cottagemewah, tetapi sebuah kedekatan dengan alam. Buktinya, anda akan tetap bisa menggeledah karang-karang untuk menemukan berbagai jenis kerang-kerangan (Mollusca) dan bintang laut (Echinodermata). Anda juga tetap bisa menemukan limpet di batuan sekitar pantai dan mencerabut rumput laut yang tertanam. Tentu dengan berhati-hati agar tak tertancap duri landak laut. Jelas kan, Anda tak akan menemuinya di Pantai Kuta?
Kebudayaan masyarakat pantai juga masih sangat kental. Tak ada bangunan permanen di pinggir pantai, hanya beberapa gubug yang ditinggali oleh masyarakat setempat. Masih di pinggir pantai, terdapat ladang yang digunakan penduduk untuk menanam kedelai. Pantai yang landai dan langsung diterpa ombak menyebabkan tak ada penduduk yang melaut. Bila melihat ke belakang, akan tampak dua buah bukit yang bagian lerengnya digunakan penduduk setempat untuk menanam jagung sebagai sumber makanan pokok. Tanah di puncak bukit tersebut telah dibeli oleh investor untuk dibangun sebuah villa yang harapannya bisa digunakan sebagai penginapan wisatawan.
Sepanjang juga memiliki situs bersejarah, yaitu Banyusepuh. "Banyu" berarti air dan "sepuh" berarti basuh atau membasuh. Sesuai namanya, tempat yang tadinya berupa mata air ini digunakan untuk membasuh atau memandikan. Penggunanya konon adalah para wali yang biasanya membasuh pusakanya. Situs ini tak akan diketahui keberadaannya bila tak bertanya ke penduduk setempat. Ketika YogYES melihat, situs ini hanya tinggal kubangan kering yang ditumbuhi tanaman liar.
Capek berkeliling, maka istirahatlah. Gubug-gubug yang berada di pinggir pantai biasanya digunakan penduduk untuk menjual makanan dan minuman yang sekiranya cukup untuk melepas lapar dan dahaga. Disediakan pula lincak(tempat duduk yang disusun dari bambu) untuk tempat ngobrol dan menikmati semilirnya angin pantai. YogYES sempat merasakan betapa sejuknya berteduh di bawah gubug. Kalau senja tiba, tengoklah ke barat untuk menyaksikan kepergian matahari. Walau kini belum ada villa, namun penduduk setempat cukup terbuka bila ada yang menginap.
Soal oleh-oleh jika pulang, pengunjung tak perlu berpusing-pusing mencari. Bukankah oleh-oleh tak harus selalu berbentuk makanan? Beberapa penduduk yang tinggal beberapa kilometer dari pantai sudah membuat kerajinan tangan berbahan dasar cangkang kerang-kerangan yang kemudian dipasarkan oleh penduduk pantai. Meski tak sekomersil di Malaysia, kerajinan tangan yang dibuat oleh penduduk cukup bervariasi. Ada kreasi berbentuk kereta kencana, orang-orangan, barong, jepitan, ataupun yang hanya sekedar dikeringkan dan dipendam di dalam pasir. Beberapa di antaranya dilukis sederhana menggunakan cat. Harganya pun tak mahal, cuma Rp 5.000 per biji.
Harga kerajinan yang murah tak berarti bernilai rendah. Kerajinan berbahan dasar Mollusca sebenarnya memiliki nilai historis yang besar. Jika pernah membaca buku ataupun artikel tentang Conchology, Anda akan mengetahui bahwa kerajinan tersebut adalah bentuk kebudayaan maha tinggi yang berkembang di masyarakat pesisir. Orang-orang Hawaii di Amerika Serikat, Kepulauan Melanesia, atapun Maori di Selandia Baru mengembangkan kerajinan serupa. Mereka merangkai cangkang kerang-kerangan menjadi kalung, rok, ikat pinggang, hingga memahat dan melukisnya menjadi seni rupa maha dahsyat.
Apabila uang di dompet sedang mepet, pengunjung dapat mengkoleksi cangkang yang ada di pinggiran pantai. Benda kecil ini dapat menjadi hadiah menarik bila diproses lebih lanjut. Ambil beberapa buah cangkang yang masih utuh kemudian masukkan dalam kantong plastik. Sesampainya di rumah, belilah tembakau atau mint dan campurkan dengan alkohol 90%. Setelah direndam sehari semalam, ambil cangkang dan gosok perlahan. Langkah itu akan menghilangkan lapisan kapur pada cangkang sehingga yang tinggal hanya lapisan tengahnya saja (lapisan prismatik). Gosokan akan membuat warna cangkang lebih cemerlang.
Nah, sangat menarik bukan berwisata di tempat Sepanjang? Jadi, tunggu apa lagi? Anda tinggal melaju dengan sepeda motor atau menginjak pedal gas mobil Anda. Tak usah menggubris naik turunnya medan ataupun jalan bebatuan menuju pantai ini sebab keindahan alam dan budaya yang akan dinikmati jauh lebih dari pengorbanan Anda. Percayalah, semua akan terbayar dan Anda pun akan berkata seperti salah seorang turis asal Belanda yang ditemui YogYES, "Ini betul-betul si Kuta baru. Banyak pantai di sini dan Bali sudah sangat turistik, tapi di sini pantai tenang. Sangat menyenangkan." (POTRET JOGJA)
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo: R. Syah
Artistik: Sutrisno
Copyright © 2006 YogYES.COM

0 komentar:

Post a Comment